Latest News

Memperjuangkan Tunjangan Profesi Wartawan

Kamis, 05 November 2009 , Posted by gemapgrinews.blogspot.com at 13.05



Oleh Ali Mobiliu
Redaktur HariAN sUARA pUBLIK gORONTALO
PEMRED GEMA PGRI PROVINSI GORONTALO


Sertifikasi profesi wartawan sebenarnya tidak hanya menjadi bukti pengakuan otentik terhadap kompetensi dan profesionalisme seorang wartawan, tapi kedepan diharapkan akan berdampak terhadap peningkatan kesejahteraan wartawan.

Hal ini cukup adil dan prospektif apalagi bagi wartawan yang berada di daerah-daerah termasuk di Provinsi Gorontalo yang pada umumnya memiliki media masa yang sulit tumbuh dan berkembang karena faktor kesulitan finansial. Persoalan finansial bagi sebuah media massa di daerah-daerah adalah hal yang klasik mengingat sumber pendapatan media massa berupa iklan dan advertorial masih sangat minim akibat iklim investasi dan berusaha di daerah yang tidak berkembang secara optimal. Sektor perdangan, industri, dan jasa sebagai pengguna jasa media massa untuk beriklan dan mempromosikan produk-produknya hampir tidak ada. Akibat dari semua itu, media massa di daerah-daerah mau tidak mau hanya bersandar pada kebijakan pemerintah daerah melalui kerjasama atau semacam MOU publikasi kegiatan atau kebijakan pemerintah daerah yang harus dipublikasikan ke masyarakat. .

Meski kerja sama yang terjalin antara pemerintah daerah dan media massa membawa konsekwensi berupa hilangnya daya kontrol dan daya kritis media massa terhadap kinerja dan kebijakan pemerintah, namun hal itu menjadi sebuah pilihan alternative terakhir yang harus ditempuh oleh media massa agar tetap eksis. Mengharapkan langganan sebagai salah satu sumber pendapatan media massa pun sangat sulit karena minat baca dan daya beli masyarakat masih sangat minim. Tidak heran jika media massa lokal yang hanya mengandalkan sumber pendapatan dari iklan dan langganan dijamin tidak akan bertahan lama, meski bertahan, tapi tidak optimal dalam melahirkan karya-karya jurnalistik yang independent dan berkualitas.

Dunia pers atau media massa disatu sisi memiliki peran membangun idealisme sebagai lembaga kontrol yang berpihak pada kebenaran, keadilan dan membela hak-hak masyarakat, termasuk memperjuangkan nilai-nilai kemanusiaan. Namun disisi lain, media massa adalah sebuah industri yang harus memiliki sumber pendapatan untuk bertahan dan eksis di tengah masyarakat. Apalagi bagi media massa cetak dengan mahalnya bahan-bahan baku kertas, tinta dan komponen barang lainnya menyebabkan media massa harus cekatan memainkan berbagai jurus meraup pendapatan guna mempertahankan eksistensinya

Kondisi yang serba sulit ini membawa konsekwensi terhadap tingkat kesejahteraan wartawan sebagai pekerja pers. Tidak heran jika banyak wartawan di daerah termasuk di Gorontalo yang memiliki penghasilan yang sangat minim, hidup pas-passan dan untuk memenuhi kebutuhannya ia terpaksa harus bekerja sambilan. Lagi-lagi dampaknya di tengah realitas masyarakat, profesi wartawan tidak menjadi sebuah pilihan pekerjaan oleh mereka yang memiliki potensi dari segi intelektual melainkan mereka lebih memilih profesi yang menjanjikan masa depan yang lebih sejahtera. Akibatnya lagi, keterpanggilan untuk menjadi wartawan sejati sangat jarang dimiliki oleh generasi muda sehingga untuk memenuhi kebutuhan SDM wartawan, media massa dengan terpaksa merekrut mereka yang tidak mendapat tempat di sektor pekerjaan lainnya atau paling tidak menjadi wartawan hanya karena sudah tidak ada pilihan lagi melakoni pekerjaan yang lain.
Kondisi ini tidak boleh dibiarkan berlarut-larut, karena media massa di suatu daerah keberadaannya sangat penting untuk memberikan penguatan terhadap berbagai kebijakan yang bertumpu pada kepentingan masa depan kehidupan yang lebih baik di masa-masa mendatang.

Oleh karena itu program sertfikasi profesi wartawan menjadi alternatif pilihan untuk mendorong dan meningkatkan derajat kesejahteraan dan martabat wartawan di satu pihak dan mendorong peningkatkan kualitas pers di pihak lain. Sertifikat profesi menjadi bukti akurat dan legal yang dapat menunjukkan profesionalitas seorang wartawan. Profesional berarti dapat menghasilkan karya-karya yang berguna, bermanfaat dan berkualitas. Jika mengacu pada definisi yang berlaku, seorang professional adalah seseorang yang memiliki keahlian, keterampilan dan kompetensi melakoni sebuah pekerjaan guna menghasilkan karya-karya yang bermanfaat dan berguna dan dari pekerjaannya itu ia mendapatkan jasa berupa penghasilan. Jika dalam bekerja seseorang tidak mendapatkan penghasilan atau minim penghasilan berarti ia bukan seorang professional melainkan seorang amatiran. Bagaimana menghasilkan karya- karya jurnalistik yang berkualitas untuk dipersembahkan bagi masa depan daerah yang lebih baik? Pilihannya adalah melahirkan SDM-SDM wartawan yang professional pula.

Mengacu pada uraian tersebut diatas maka kedepan perlu diperjuangkan agar wartawan yang telah menyandang sertifikat profesi wartawan mendapatkan tunjangan profesi yang sumbernya dananya diperoleh melalui berbagai terobosan-terobosan yang harus diperjuangkan oleh wartawan sendiri.

Asumsi ini memberikan alternatif pemikiran bahwa organisasi wartawan secara bersama-sama merumuskan berbagai gagasan untuk diajukan kepada pemerintah dan kelak menjadi acuan Pemerintah daerah di tingkat Provinsi untuk menyusun sebuah Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) yang akan mengatur tentang pemberian Tunjangan Profesi Wartawan untuk selanjutnya dibahas ditingkat legislatif.

Tunjangan profesi bagi wartawan yang bersertifikat tidak harus membebani anggaran Pemerintah Daerah tapi dicarikan sebuah alternatif sumber pendanaan diantaranya melalui kontribusi pemerintah daerah Kabupaten/Kota atau alternatif upaya lainnya semisal melalui penyelenggaraan pajak atau iuran informasi dan komunikasi (iuran Infokom) yang disatukan dengan iuran televisi, radio atau iuran PBB. Atau ada alternative lain yang lebih terterima dan tidak menimbulkan beban bagi pemerintah daerah. Yang paling efektif adalah, tunjangan profesi wartawan bersumber dari pemberdayaan dana masyarakat sehingga mendorong dan merangsang kesadaran para wartawan untuk mengabdi dan berbuat yang terbaik bagi kepentingan masyarakat.

Selain itu pengelolaan anggaran untuk Tunjangan Profesi wartawan diserahkan kepada lembaga tersendiri yang khusus mengurus masalah ini tanpa melibatkan unsur birokrasi pemerintahan. Hal ini merupakan upaya untuk menjaga independensi wartawan dalam melaksanakan tugasnya. Tunjangan Profesi wartawan dalam konteks ini dipandang merupakan upaya para wartawan sendiri dan bersumber dari masyarakat. Pemerintah dalam hal ini hanya memediasi dan DPRD mensyahkan dan melembagakannya dalam sebuah peraturan daerah (Perda) sebagai landasan yuridis implementasi di lapangan.

Bila tunjangan Profesi Wartawan ini berhasil diperjuangkan maka wartawan professional yang telah menyandang dan memiliki sertifikat sebagai wartawan memperoleh dua sumber penghasilan yakni tunjangan profesi dan tunjangan karir. Tunjangan karir adalah tunjangan atau gaji yang diperoleh dari perusahaan dimana waratwan bekerja. Berapa besaran tunjangan profesi tersebut tentu akan diatur lebih lanjut.

Dengan demikian maka kedepan kesejahteraan wartawan terjamin, kualitas sajian jurnalisme akan mengalami peningkatan dan tidak ada lagi indikasi-indikasi pengeluaran ekstra, illegal, terselubung yang terpaksa dilakukan oleh instansi-instansi pemerintah Uang siluman atau dikenal dengan amplop tidak lagi menggejala di dunia jurnalisme.

Untuk merealisasikan Tunjangan Profesi wartawan ini sebenarnya tidak sulit, karena wartawan di Provinsi Gorontalo jika dilakukan seleksi yang cukup ketat hanya akan berjumlah tidak lebih dari 100 orang yang nantinya akan bekerja melayani 1 juta lebih rakyat Gorontalo.

Namun yang paling berpeluang dan tidak menimbulkan gejolak di tengah masyarakat, sumber dana untuk tunjangan profesi wartawan dibebankan melalui kontribusi Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dan Provinsi yang diplot dari alokasi dana sosialisasi dan penerbitan brosur, pamphlet dan bila memungkinkan disisihkan dari iuran –iuran yang dipungut dari masyarakat. Untuk menjamin kelangsungan pelaksanaannya kedepan, maka upaya ini perlu diatur dalam peraturan Daerah (Perda). Demikian juga pengelolaannya diserahkan kepada sebuah lembaga yang independent sehingga tidak memunculkan berbagai kontroversi dan setiap wartawan yang berhak menerima tunjangan profesi adalah mereka yang telah menyandang sertifikat profesi ditambah lagi dengan Surat Keputusan dari lembaga resmi yang pembentukannya akan diatur lebih lanjut.

Tunjangan profesi wartawan harus dapat dipahami sebagai terobosan untuk menjaga dan mempertahankan wibawa, harkat dan martabat wartawan, meningkatkan kesejahteraan wartawan, mendorong lahirnya wartawan yang professional yang memiliki komitmen yang kuat menunjang, membantu dan berkontribusi bagi masa depan daerahnya secara bertanggung jawab.

Tunjangan profesi wartawan sebenarnya merupakan upaya untuk melegalkan dan mengatur pengeluaran yang selama ini dikucurkan oleh setiap pejabat, atau pengambil kebijakan di lingkungan pemerintahan melalui uang bensin, uang lelah, amplop, uang jumpa pers, uang duduk, biaya publikasi dan semacamnya yang dikucurkan setiap saat kepada wartawan yang terkadang membingungkan dan meresahkan para pengambil kebijakan itu sendiri karena harus berpikir keras mencari pos-pos anggaran yang bisa diplot dananya untuk wartawan agar tidak menjadi temuan BPK. Dengan tunjangan profesi wartawan ini maka pemerintah daerah, setiap instansi dan atau pejabat tidak perlu lagi sibuk-sibuk mengeluarkan uang siluman bagi wartawan yang setiap saat cukup membebani pejabat dan instansi itu sendiri.

Akhirnya kita berharap semoga seluruh elemen wartawan di daerah ini untuk bangkit bersatu memperjuangkan peningkatan harkat dan martabatnya secara elegan dan terhormat. (***)

Currently have 0 komentar:

Leave a Reply

Posting Komentar